Pentingnya pendidikan Luar sekolah (Ekstra Kurikuler)
Bagi saya, pendidikan non formal/ekskul sangat
sangat penting. Kedudukannya setara atau bahkan lebih dari pendidikan formal.
Sejak dulu saya meyakini hal ini. Dulu waktu saya masih jadi anak sekolahan,
kepinginnn banget ikut banyak les terutama les piano. Sayangnya kemampuan
keuangan ibu saya terbatas. Pun begitu, sebagai single parent, dengan
penghasilan hanya sebagai guru yang mengajar dari jam 7 pagi s/d jam 9 malam,
6x dalam seminggu, ibu saya berusaha membiayai pendidikan saya. Ibu memang
lebih menekankan pada pendidikan formal, tapi pendidikan non formal pun
diberikan walau dengan porsi terbatas. Saya mulai ikut les musik seminggu
sekali @ 3jam tiap hari Minggu sejak kelas 1 SD. Pernah ikut mewakili Makassar
dalam rombongan Festival Musik Tingkat Nasional di Jakarta. Waktu itu saya
masih kelas 3 SD dan ortu tidak boleh ikut! Saya masih ingat saat di Airport
saya nangis2 saat akan boarding. Seminggu kami nginap di Asrama Haji Pondok
Gede. Saya ikut les musik sampai kelas 6 SD dan berhenti karena kami pindah
rumah yang jaraknya 10 km dari tempat les itu.
Saya juga sering diikutkan les keterampilan membuat
boneka, membuat bunga dan berbagai kerajinan tangan lainnya sejak saya kelas 2
SD. Di kelas 2 SMP saya diikutkan les English. Yang paling membuat saya sedih
saat itu, karena les English tuh mahal menurut kantong kami, ibu saya sampai
bermohon khusus untuk mendapat discount 50% dan dikabulkan. Nah suatu waktu
saya ditagih bagian adm katanya saya belum bayar lunas monthly feenya padahal
saya tahu saya kan dapat harga khusus. Saya pun lapor ke ibu saya dan ibu
segera ke tempat les untuk mengklarifikasi. Waktu itu saya sedihhhh banget.
Karena duit yang terbatas ibu saya sampai bermohon harga khusus. Saat itu saya
bertekad kelak anak saya harus berada dalam ekonomi yang jauh lebih baik dari
saya. Saya ingin saat anak saya ingin les apapun, saya harus punya uang untuk
membayar dan tidak harus bermohon keringanan harga.
Hasil yang dicapai dari semua pengorbanan ibu saya
apa? Banyak banget. Di sisi pendidikan formal, saya dari kls 1-6 SD menduduki
peringkat 1. Di SMP masuk 10 besar. Di SMA berada di peringkat 1 atau 2. Lulus
bebas test masuk IPB dan lulus IPB dengan IPK 3.3. Di sisi non formal, saya
bisa menjahit baju walau tanpa pernah kursus menjahit. Relatif mudah
mempelajari aneka keterampilan hanya dari mempelajari dasarnya saja. Saya skrg
bisa merias, memakaikan jilbab dan sudah bisa mendapat penghasilan dari situ.
Dari berbagai keterampilan, bila saya seriusin sebenarnya bisalah menjadi
sumber penghasilan utama. Pokoknya dalam mempelajari apapun relative mudah.
Memang belum ada prestasi yang membanggakan, namun saya menyadari ada potensi
dari diri saya yang belum saya optimalkan. Dari semua itu, pendidikan non
formal sangat berkesan bagi saya.
Alhamdulillah, 2x pindah kantor, keduanya hanya
membutuhkan waktu yang singkat dari mengirim surat lamaran s/d diterima kerja.
Kantor yang pertama hanya butuh waktu seminggu dan kantor yang kedua hanya
butuh waktu 3 bulan (itu pun karena proses seleksinya memang lama). Adakah dari
kantor2 itu yang menanyakan nilai SMA kita? Hanya ijazah S1 yang disertakan
waktu apply. Namun walaupun IPK 4 tapi ga lulus test ya ga lulus juga. Testnya
juga bukan test pelajaran tapi psikotest, bhs Inggris dan wawancara. Tidak
semuanya seberuntung saya. Sodara saya Sarjana Tekhnik Universitas yg cukup
terkenal di Makasar sampai sekarang belum kerja tuh. Umurnya lebih tua dari
saya.
Sekarang ini ribuan sarjana dihasilkan setiap
bulan, namun berapa yang diserap oleh industri? Kedua anak saya cewek yang
tentunya akan menghadapi hal yang sama dengan yang saya hadapi sekarang,
dilemma saat mereka sudah berkeluarga untuk memilih antara anak dan karier.
Impian dan ambisi saya agar kedua anak perempuan saya bisa tetap berpenghasilan
kendati harus mengawasi anak2nya setiap saat, artinya anak saya harus jadi
pengusaha yang waktunya fleksibel.
Semua impian dan cita2 sudah disediakan Allah SWT,
tinggal kita mau meraihnya atau tidak. Ibarat kita orangtua sudah memasak
makanan dan kita hidangkan di meja. Kalau masih kecil, makanan itu kita ambil
dan suapkan ke anak sembari mengajar anak makan sendiri. Kalau anak sudah mampu
mengambil sendiri, ya dia harus berusaha menuju meja makan dan memilih serta
memakan makanan yang dipilihnya. Kalau sudah mampu berjalan masih juga minta diambilkan,
tentu kita ortu yang udah capek masak akan marah kan? Sudah dihidangkan ya
usaha dong untuk meraihnya.
Karena kedua anak saya masih kecil saya mengajar
dan mempersiapkan mereka cara untuk meraih makanan tersebut. Saya harus ajarkan
cara cepat mengambilnya, bisa dengan memakai alat, kereta, mobil. Pokoknya
diberi bekal. Alhamdulillah dengan keinginan dan tekad yang kuat, ada aja
rezeki dari Allah SWT untuk membiayai pendidikan formal dan formal anak saya.
Memang cukup besar anggaran untuk itu. Saat ini untuk khayra biaya
pendidikannya/bl: uang sekolah 1.3 jt, bensin khusus antar jemput 350rb, ballet
300rb, sanggar dance 250rb, piano 425rb (soon), TPA 60rb (soon). Untuk Falya :
uang sekolah (dianggarin 700-800rb-berdasarkan biaya sekolah th lalu di SMPN
19), sanggar dance 250rb, English 600rb. Gede? Sangat besar bagi kami.
Tapi saya mending mengirit anggaran lain demi pendidikan anak. Bagi saya ini
investasi serta tanggung jawab kami ke anak. Saya sangat berharap anak saya
bisa kuliah di Luar Negeri. Biaya? Kalo di atas kertas saat ini kami belum
sanggup, tapi saya yakin dengan LOA. Man Jadda Wa….Semoga bisa dapat beasiswa.
Dulu…waktu SD saya sudah bermimpi untuk kuliah di Jawa sekitar Jakarta-Bandung.
Ga pernah sekali pun terlintas untuk kuliah di UNHAS. Padahal ekonomi pas pasan
banget… Tapi LOA memang bekerja. Saya lulus bebas test di IPB Bogor masih
seputaran Jakarta-Bandung. Biaya? Ada aja rezeki dari Allah SWT. Alhamdulillah…
Capek? Jujur memang capek saya kesana kemari
ngantar les. Beruntung kakak Falya sudah bisa naik angkot dan metro mini,
sehingga saya tidak perlu antar jemput les. Tapi di rumah saya ngajar pelajaran
ke kakak. Banyak yang bilang Falya sdh rangking 1 dari kls 3 SD ga perlu diajar
lagi. Tapi saya ingin Falya punya dasar yang kuat terutama math. Ini untuk
memantaskan Khayra dengan SMPN 19 yg ditaksirnya sejak awal kls 6. Kegiatan
setahun terakhir ini memangkas berat badan sayadari 50 kg menjadi 47 kg. Tapi
saya sangat2 bersyukur dan berbahagia karena hasil yang dicapai Khayra sampai
saat ini sudah memuaskan saya, sesuailah dengan yg saya inginkan. Juga kakak
Falya bisa mencapai peringkat 59 dari 264 peserta yang lulus test dari 490
peserta di SMPN 19. Beberapa kali try out, Falya bisa mencapai NEM 24-27.
Semoga nilai UAN kakak 29. Aamiin…
Anak-anakku, Falya dan Khayra tersayang… Mama dan
papa akan semaksimal mungkin mengusahakan yang terbaik untuk kalian. Semoga
Allah SWT memberikan kesehatan dan kemampuan materi dan non materi kepada kami
untuk mendampingi kalian menggapai masa depan dan kesuksesan dunia akhirat.
Amin…
Labels: kursus, les, non formal, Pendidikan |
Post a Comment