Les Kumon, Sempoa, Sakamoto?
Salah satu kursus yang marak diikuti oleh kalangan pelajar adalah KUMON. Metode Kumon adalah metode belajar perseorangan. Level awal untuk setiap siswa Kumon ditentukan secara perseorangan. Siswa mulai dari level yang dapat dikerjakannya sendiri dengan mudah, tanpa kesalahan. Lembar kerjanya telah didesain sedemikian rupa sehingga siswa dapat memahami sendiri bagaimana menyelesaikan soalnya. Jika siswa terus belajar dengan kemampuannya sendiri, ia akan mengejar bahan pelajaran yang setara dengan tingkatan kelasnya dan bahkan maju melampauinya(dari website kumon). Teman-teman Khayra yang masih TK pun sudah banyak yang ikut kumon. Teman Falya bahkan sudah ada yang mencapai level akhir padahal dia baru di kelas 1 SMP. Kalau sudah di level akhir berarti setara dengan SMA kelas 3 dong ya.
Pertanyaan saya, apa gunanya mendrill anak untuk pelajaran yang belum waktunya dipelajari. Apalagi Kumon hanya mengedepankan sistem cepat dan benar dalam mengerjakan soal dan bukan problem solving. Contoh, teman Falya yang kumon-nya sudah mencapai level akhir ikut lomba matematika. Setelah lomba Falya bertanya ke temannya itu apakah bisa mengerjakan dengan mudah. Logikanya harusnya mudah dong karena sudah level akhir di kumon. ternyata jawabnya TIDAk BISA, SUSAH. Whatttt??? Ya, karena soal yang diberikan adalah soal cerita dan dia tidak bisa menangkap isi dari soal cerita itu untuk dituangkan ke dalam rumus atau model matematika.
Sistem mengerjakan kumon pun memakai stop watch (CMIIW). Ini hasil browsing saya. Wow, ini sih bikin stress dan membuat otak kiri semakin aktif, sementara saya sangat mengupayakan keaktifan otak kanan.
Sebenarnya sih sederhana saja. Nantinya saat anak menghadapi dunia nyata yang sebenarnya (dunia kerja) apakah masih diperlukan cara hitung cepat sementara sudah tersedia ribuan alat hitung bahkan di telepon selular pun sudah ada kalkulator canggih yang bisa diunduh dari market Android. Yang paling penting kan bagaimana anak mengaplikasikan problem yang ada dan merumuskan ke dalam model matematika. Hitungan sih gampang ada mesin hitung. Dulu waktu saya kuliah ada dosen saya yang saat ujian essay tidak perlu menghitung hasil akhir. Yang penting cara/jalan menuju hasil akhir ada. Jadi walaupun masih berbentuk variable tetap dibenarkan (karena ujian tidak boleh memakai kalkulator).
Untuk pelajar memang diperlukan keduanya yakni hitung cepat dan problem solving. Tapi kalau kedua jenis metode belajar matematika itu diikuti habislah waktu untuk pelajaran akademik sementara pelajaran seni lainnya juga sangat penting.
Jadi untuk saat ini meski matematika saya sangat suka dan sangat berharap kedua anak saya bisa jago matematika, namun saya tetap menginginkan keseimbangan antara pelajaran akademik/eksakta dengan seni. Mungkin cukup saya saja yang mengajar anak. Banyak metode yang bisa digunakan dengan mengunduh dari internet. Daripada harus les lagi, uang lagi, waktu lagi. Capek deh...
Widifayra
Mau Langsing dengan Nutrisi Sehat Alami?
Just klik
Labels: anak, kumon, les sakamoto, les sempoa, matematika, Pendidikan, sakamoto, sekolah, sempoa |
Bimbel akong http://bimbinganbelajar.webs.com Mat, fisika, kimia, inggris toefl,sat, gmat, gre, ielts, sbmptn, simak ui, homeschool, spesialis les sekolah internasional.