Menghindari Ghibah
Beberapa
kali saya mengalami problem dalam pergaulan dan terjadi dari saya SMP sampai
saat ini, padahal waktu SD tidak masalah sama sekali. Di SD saya sangat ‘gaul’. Teman-teman saya dari aktif main ke rumah
saya dan sebaliknya. Bahkan saya
terkadang main sampai berjarak 1 km dari rumah.
Waktu itu kami masih tinggal di rumah nenek dan sekitar rumah kami ada
juga keluarga besar kami lainnya. Di
samping itu tetangga lainnya pun ibarat saudara karena sudah hidup berdampingan
selama puluhan tahun dengan nenek saya.
Mulai saya menarik diri sewaktu saya dan ibu pindah rumah. Karena ibu bekerja, maka tidak ada yang bisa mengawasi
saya jika bermain jauh. Jika waktu lowong di sore hari atau masa liburan
sekolah saya pun lebih banyak menghabiskan waktu di rumah dengan membuat
bermacam keterampilan yang saya sukai dan ini membuat saya merasa sangat nyaman
berada di rumah. Saya juga susah untuk bisa
berinteraksi dengan orang baru. Itu sebabnya
sewaktu kuliah saya keukeuh menempati kamar kost untuk 1 orang padahal
kebanyakan teman memilih kamar kost yang share dengan 1-3 orang. Meskipun lebih mahal di kantong ibu saya yang
pas-pasan tapi saya tetap memilih yang sendiri daripada nanti ga cocok dan
berantem.
Kebiasaan
ini tertanam sampai saya menikah. Di 3
tahun pertama menikah saya tidak bekerja karena harus pindah kota sehingga saya
harus berhenti kerja dan setelah menikah hamil sehingga saya tidak bisa langsung
bekerja kembali . Selama 3 tahun
menganggur saya juga tidak pernah gaul ngerumpi dengan tetangga baik semasa
saya hamil maupun saat sudah punya anak.
Tetangga saya kadang bercanda di depan pagar menyuruh saya keluar.
Terus
terang saya sangat tidak suka ngerumpi dan saya sangat tidak nyaman berada di
lingkungan yang terbiasa ngerumpi. Di
benak saya tertanam, yang namanya sering ketemuan lalu kemudian kehabisan bahan
pembicaraan yang positif akhirnya setan menggoda untuk menggosipkan orang
lain. Walaupun awalnya tidak niat, namun
suasana membawa ke arah tersebut.
Seringkali
saya menghadapi orang-orang yang tidak chemistry dengan saya. Tidak cocoklah istilahnya. Namun ketidakcocokan itu hanya saya pendam
dalam hati dan tidak saya ceritakan ke orang lain kecuali ke orang yang
sangat-sangat saya percaya. Sejauh ini
baru suami saya saja tempat saya bebas menceritakan apapun (Yalah…namanya juga
suami…). Biasanya trick saya menghadapi
orang yang pembicaraannya tidak nyambung dengan saya atau omongannya tidak saya
sukai yakni diam saat dia nyerocos atau mengalihkan pembicaaan. Selanjutnya bila benar-benar tidak suka ya
menghindar saja untuk intens bergaul dengannya.
Sesekali bertemu sih oke dengan membicarakan hal-hal yang umum. Namun seperti yang sudah saya bilang,
keseringan bertemu akhirnya keluarlah karakter asli masing-masing. Jadi pertemanan tetap jalan tapi tidak dekat.
Cara
itulah yang saya pakai sampai saat ini sejak saya tidak ngantor lagi di nyaris 5
tahun terakhir ini. Namun tetap juga
salah di mata orang lain. Dianggapnya
saya ‘pengangguran’ di rumah lalu tidak mau aktif di pergaulan. Selain di rumah saya juga banyak kerjakan
urusan bisnis dan anak-anak, saya koq ya tidak nyaman ya jika harus intens bergaul.
Rumpi-rumpian itu yang membuat saya
tidak nyaman. Saya koq merasa tidak
bermanfaat jika waktu saya saya luangkan untuk rumpiin orang. Saya nyaris tidak peduli dengan urusan orang
lain karena saya juga tidak mau direcokin orang. Jadi saya koq suka heran jika ada berita yang
sampai ke kuping saya bahwa si A koq begini begitu. Hal yang sebenarnya saya tahu sih tapi tidak
terpikir di kepala saya untuk jadi bahan rumpian.
Saya
menyadari saya mungkin bukan teman yang bisa diajak gaul, tapi setidaknya dengan cara
seperti ini saya bisa merasa nyaman dan tidak menyakiti orang lain. Setiap orang berhak menentukan kenyamanan
yang diinginkan, bukan begitu. Toh tidak
merugikan orang lain ya?
Silaturahmi
memang sangat-sangat perlu sesuai yang dianjurkan Nabi Muhammada SAW karena bisa
memperpanjang umur dan rezeki, jangan sampai dikotori dengan adanya dosa ghibah…
Widifayra
Mau Langsing dengan Nutrisi Sehat Alami?
Just klik
Labels: etika pergaulan, ghibah, personal |
Post a Comment